Surat Ali Imran:
(قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم (ال عمران:٣١ )
Artinya: “Katakanlah, jika kamu benar
menyintai Allah, ikutilah aku; maka Allah akan mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Hampir semua orang beragama mengaku menyintai Allah, tapi mungkin tidak terlalu banyak yang berusaha mengikuti jejak RasulNya, kecuali dalam pengakuan. Ini boleh jadi karena keengganan untuk lebih mengenal Rasulullah SAW sebelum mengaku mengikuti jejaknya.
Pada umumnya orang merasa tidak punya
waktu untuk membaca sunnah Rasulullah SAW agak sedikit komplit. Umumnya,
orang membaca, menulis, atau menyampaikan hadis Nabi Muhammad SAW
-bahkan Al-Quran- sebatas yang sesuai dengan kecenderungan mereka yang
bersangkutan.
Hal ini tidak mengapa, asal tidak sampai meninggalkan atau
melewatkan nilai penting -apa pula yang terpenting- dari nilai-nila
mulia Rasulullah SAW. Nilai yang apabila kita ikuti merupakan dakwah
tersendiri yang pasti tidak kalah dari dakwah-dakwah kreasi kita
sendiri.
Dalam kesempatan kali ini, saya akan
tampilkan sifat utama Rasulullah SAW yang sesuai dengan misi utamanya.
Satu dan lain hal agar kita yang di muara ini dapat sedikit melihat
beningnya Mata Air.
Seperti dinyatakan oleh al-Qur’an
sendiri dan persaksian para sahabat beliau, Panutan agung kita Nabi
Muhammad SAW adalah seorang yang berakhlak sangat mulia. Imam Bukhari
meriwayatkan dari sahabat Anas ra. yang berkata:
“لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاحشا ولا لعانا ولا سبابا ..”
“ Rasulullah SAW orangnya tidak keji dan kasar, Bukan tukang melaknat, dan tidak suka mencaci..”
Imam Bukhari juga meriwayatkan pernyataan Masruq r.a.yang mirip pernyataan Anas:
” لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاحشا ولا متفاخشا وانه كان يقول ان خياركم احاسنكم اخلاقا “
“ Rasulullah SAW bukanlah orang yang
keji dan suka bicara kotor. Beliau bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang
terbaik di antara kalian ialah orang-orang yang paling baik pekertinya”.
Sahabat Anas yang pernah meladeni
Rasulullah SAW selama sepuluh tahun tidak pernah sekalipun mendengar
Rasulullah SAW membentaknya. (Lihat persaksiannya yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim).
Bahkan Imam Bukhari
meriwayatkan: Orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah SAW dan
berkata “As-saamu ‘alaikum!” (bukan Assalaamu ‘alaikum), “Kematian
bagimu!”. Sayyidatina ‘Aisyah pun menyahut: “Kematiaan juga bagi kalian
dan juga laknat Allah dan murka Allah!” Rasulullah SAW pun menegur:
“Tenang, ‘Aisyah; jagalah kelembutan, jangan kasar dan keji!”
Sayyidatina ‘Aisyah masih menjawab: “Apakah Rasulullah tidak mendengar
apa yang mereka katakan?”
Rasulullah bersabda: “Apakah kau tidak
mendengar apa yang aku katakan? Aku telah mengembalikan doa mereka
kepada mereka (Rasulullah sudah menjawab “wa’alaikum” yang artinya “bagi
kalian juga”) doaku atas mereka diijabahi dan doa mereka terhadapku
tidak”.
Alangkah mulianya akhlak Rasulullah!
Sampai pun sikap buruk mereka yang membencinya, tidak mampu membuat
beliau meradang; bahkan menasehati isterinya agar tetap bersikap lembut;
tidak kasar dan keji.
Akhlak yang mulia ini, sesuai benar dengan missi Rasulullah SAW seperti disabdakannya sendiri,
” انما بعثت لاتمم صالح الاخلاق “
“ Aku diutus semata-mata untuk
menyempurnakan kebaikan akhlak”. (Imam Ahmad dari Sa’ied bin Manshur
dari Abdul ‘Aziez bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlaan dari al-Qa’qaa’
bin Hakiem dar Abi Shaleh dari Abu Hurairah).
Bandingkan akhlak Rasulullah SAW itu dengan banyak penganutnya yang gemar melaknat dan mencaci bahkan terhadap saudaranya sendiri. (Baca juga: Habaib dan PBNU Sepakat, Perpecahan Umat Bukan Ajaran Nabi dan Islam)
Sehebat apapun taqwa orang Islam,
pastilah tidak mungkin melebihi taqwa Rasulullah SAW. Menyamai saja
tidak. Sebesar apapun ghierah atau semangat beragama orang Islam,
pastilah tidak mungkin melebihi ghierah dan semangat beragamanya
Rasulullah SAW. Menyamai saja tidak.
Hanya saja dalam ghierah dan
semangat beragama itu, dalam membela Allah dan agamaNya, Rasulullah SAW
tidak mengikut sertakan nafsunya. Boleh jadi nafsu inilah yang
membedakan; nafsu inilah yang membuat seolah-olah banyak muslim masa
kini tampak lebih bersemangat dari Rasulullah sendiri. Padahal tidak.
Seandainya umat Islam mau meniru sifat
mulia Rasul mereka itu dan mengikuti jejaknya, pastilah banyak
persoalan-persoalan keumatan, khususnya dalam pergaulan hidup mereka
sendiri, dapat dengan mudah teratasi. Allahummahdinaa fiiman hadaita..
Sumber: GusMus.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar